Sabtu, 17 Mei 2014

Katakan Tidak untuk Khitan Perempuan

Katakan Tidak untuk Khitan Perempuan
Katakan Tidak untuk Khitan Perempuan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menyatakan akan terus berupaya memberantas sunat perempuan yang melanda 140 juta wanita, praktik yang dapat menyebabkan mandul.

Sunat perempuan yang diacu WHO ini mencakup memotong sebagian atau keseluruhan atau melukai kelamin wanita untuk alasan non-medis.

Dalam situsnya untuk menyambut Hari Internasional Memberantas Sunat Perempuan, Rabu (6/2), WHO mengatakan khitan perempuan ini dapat berisiko pada "gangguan jangka pendek dan jangka panjang secara fisik, mental serta terkait kesehatan seksual."

Praktik sunat perempuan sebagian besar dilakukan di Afrika dengan sekitar 92 juta anak pada usia 10 tahun ke atas. Hal ini juga banyak terjadi di negara-negara Timur Tengah, dan sebagian Asia, termasuk Indonesia.

Namun isu ini juga menjadi masalah di negara-negara Barat terutama komunitas imigran di sejumah negara seperti Jerman, Prancis dan Inggris. Saat ini diperkirakan sekitar setengah juta anak dan wanita di Eropa mengalami gangguan kesehatan akibat sunat.

Data WHO mencatat bahwa sunat tidak berguna bagi kesehatan perempuan, praktik ini dapat menyebabkan perdarahan, gangguan buang air kecil, kista dan bahkan mandul. Diperkirakan sekitar 140 juta perempuan mengalami dampak sunat.
Khitan Perempuan
Khitan Perempuan
Landasan sunat perempuan ini -berdasarkan survei yang dilakukan WHO- merupakan campuran budaya, agama dan faktor sosial. Sebagian kalangan menyebutkan khitan perlu dilakukan karena sunat merupakan praktik penting yang perlu dilakukan sebelum berangkat menjadi wanita dewasa.

Sebagian lain menganggap sunat penting untuk menekan libido wanita sehingga mencegah kemungkinan penyelewengan. Namun organisasi kesehatan dunia ini mengatakan yang memprihatinkan adalah dampak kesehatan sunat perempuan dalam jangka panjang.

Salah satu risiko yang disebut WHO termasuk infeksi saluran kencing, kista, kemandulan dan komplikasi dalam melahirkan.

WHO menyebutkan tetap akan memfokuskan pada advokasi, penelitian serta panduan kepada para tenaga medis. Namun organisasi dunia menyatakan prihatin karena justru para medis yang ikut melakukan sunat perempuan justru meningkat.

Di Indonesia, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboy menegaskan pemerintah melarang perusakan alat kelamin perempuan atau female genital mutilation (FGM).

Akan tetapi, dikatakan Nafsiah, pemerintah Indonesia tidak melarang praktik sunat perempuan selama tidak sampai memotong keseluruhan, dalam pengertian sekadar menoreh saja maupun perlambang lainnya yang tidak mengganggu kesehatan perempuan.
Sunat Perempuan
Sunat Perempuan
"Kalau memang itu, katakanlah, kewajiban agama, maka Departemen Kesehatan mengharapkan hal itu tidak menyebabkan kerusakan atau kesulitan pada perempuan yang bersangkutan," tegas Nafsiah seperti dikutip BBC Indonesia.

Nafsiah Mboy mengingatkan bahwa yang penting adalah sunat perempuan dilakukan berdasarkan peraturan petunjuk yang sudah dikeluarkan Departemen Kesehatan untuk menjamin praktik itu tidak sampai mengganggu kesehatan kaum perempuan.

Dia menambahkan bahwa praktik female genital mutilation -yang disarankan PBB agar dilarang secara total di seluruh dunia- amat jarang dilakukan di Indonesia. (go4healthylife).
Previous Post
Next Post

0 komentar: